172 Days: Catatan Cinta dan Kehilangan yang Menggetarkan Hati Pembaca
Novel 172 Days karya Nadzira
Shafa adalah karya yang lahir dari luka dan cinta yang mendalam. Buku ini bukan
sekadar cerita fiksi romantis, melainkan catatan emosional yang ditulis dengan
hati dan air mata oleh seorang perempuan yang ditinggalkan oleh belahan jiwanya
dalam waktu yang begitu singkat. Lewat kisah nyata yang diolah menjadi narasi
menyentuh, Nadzira berhasil membungkus duka dan kenangan menjadi kisah yang
menyentuh relung hati siapa pun yang membacanya.
Ceritanya berpusat pada kehidupan Nadzira setelah kepergian
suaminya, Ameer Azzikra, yang lebih dikenal sebagai anak dari Ustaz Arifin
Ilham. Dalam waktu hanya 172 hari setelah pernikahan mereka, takdir memisahkan
dua insan yang tengah jatuh cinta dan sedang membangun kehidupan rumah tangga.
Kepergian Ameer tidak hanya menjadi duka pribadi, tetapi juga menjadi
kehilangan besar bagi banyak orang yang menyaksikan perjalanan cinta mereka di
media sosial.
Nadzira, dalam buku ini, menuliskan segala rasa yang tak
terungkapkan secara lisan: mulai dari hari-hari penuh cinta dan harapan setelah
pernikahan, hingga saat-saat tergelap di mana ia harus belajar hidup tanpa
seseorang yang selama ini menjadi pusat dunianya. Setiap halaman dipenuhi
ungkapan rindu, doa-doa tulus, dan pergulatan batin yang begitu jujur. Ia tidak
malu menunjukkan kesedihan, kerapuhan, bahkan kemarahannya kepada takdir. Hal
inilah yang membuat buku ini terasa begitu nyata dan dekat dengan pembaca.
Gaya bahasa yang digunakan sederhana namun sangat efektif dalam
menyampaikan emosi. Tidak ada hiasan kata yang berlebihan atau narasi yang
dibuat-buat, semuanya mengalir alami seperti seseorang sedang bercerita kepada
sahabat terdekat. Kekuatan buku ini justru terletak pada kejujuran dan
keberanian penulis dalam membuka luka terdalamnya kepada dunia. Banyak pembaca
akan merasa terhubung karena setiap manusia, pada titik tertentu dalam
hidupnya, pasti pernah merasakan kehilangan.
Selain menyampaikan kisah cinta yang tragis, 172 Days juga mengandung pesan spiritual yang dalam. Penulis
menggambarkan prosesnya dalam menghadapi duka melalui pendekatan religius dan
reflektif. Ia tidak hanya menangisi kepergian Ameer, tetapi juga perlahan-lahan
berusaha memahami makna di balik takdir Tuhan. Buku ini dapat menjadi teman
yang baik bagi siapa saja yang tengah berduka, karena menunjukkan bahwa
kesedihan itu wajar, dan bahwa pemulihan bukanlah sesuatu yang bisa dipaksakan,
tetapi butuh waktu dan penerimaan.
Kisah ini juga menekankan pentingnya mendampingi orang-orang yang
sedang mengalami kehilangan. Tidak semua orang tahu cara menghadapi duka, dan
melalui tulisannya, Nadzira memberikan gambaran nyata bahwa proses berduka
tidak selalu terlihat seperti yang dibayangkan orang luar. Terkadang, seseorang
tampak kuat di luar, padahal hatinya remuk dan rapuh.
Secara keseluruhan, 172 Days adalah bacaan yang akan membuat
pembaca larut dalam emosi yang dalam, merenung tentang cinta, kehilangan, dan
bagaimana cara kita bangkit dari keterpurukan. Novel ini bukan hanya tentang
seseorang yang pergi terlalu cepat, tetapi juga tentang seseorang yang memilih
untuk tetap hidup dan mencintai meski ditinggal. Sebuah bacaan yang menggugah,
menyentuh, dan memberikan ruang bagi kita untuk memahami makna cinta yang tidak
berujung pada kehadiran fisik, tetapi bertahan dalam kenangan dan doa.
Post a Comment for " 172 Days: Catatan Cinta dan Kehilangan yang Menggetarkan Hati Pembaca"