Bukan Salahmu Jika Dia Menduakanmu
Kamu pasti tahu kalau perselingkuhan adalah bentuk pengkhianatan yang paling sadis. Kamu telah berjanji tidak akan berpaling meski rambutku memutih dan kulit wajah mengeriput termakan usia. Tetapi hari ini aku mengetahui kalau janjimu untuk setia sampai akhir ternyata tidak kamu penuhi.Ah, mengapa kamu harus berjanji muluk-muluk untuk meluluhkan hatiku, padahal tanpa janji-janji aku sudah menerimamu. Dalam lima belas tahun ini kamu tidak bisa memanggul beban janji itu. Kamu lemah, kamu terkulai dalam dekapan bau wangi wanita yang tidak lebih baik dari aku.
"Aku sudah berbuat yang terbaik, tetapi itu tidak cukup baginya. Aku memberikan segalanya. Aku lelah untuk bertahan. Ingin rasanya aku berlari membelah ombak di pantai. Berteriak sekencangnya meski suara ini akan ditelan debur ombak," keluh Sandra.
Sandra menangis saat menuliskan curhatannya dalam selembar kertas. Sandra mencurahkan isi hatinya di depan Diana, sahabatnya. Diana menenangkan hati sahabatnya dengan mengusap bahu sahabatnya yang kini terkulai di dadanya.
Kertas itu basah oleh tetesan air mata Sandra yang menganak sungai. Diana memindahkan kertas itu supaya tidak hilang goresan tintanya. Tulisan Sandra tidak boleh rusak, sebuah kepingan sejarah luka batin sahabat yang akan dicatat dalam novelnya.
"Tolong buatkan aku sebuah novel, mengisahkan percintaanku yang awalnya begitu indah, tetapi sangat pahit dalam perjalanannya," pintanya pada Diana.
Diana bukanlah penulis profesional, tetapi dia sangat percaya bahwa tulisannya bisa memberikan sesuatu yang berarti untuk sesamanya.
"Siapa nama selingkuhan suamimu itu?" tanya Diana hati-hati. Dia tak ingin membuat Sandra menangis lebih keras.
"Aku tidak tahu. Wanita itu menggunakan nama samaran saat chatting dengan Wibi. Aku pun tak tahu wajahnya," jawab Sandra.
Diana menaruh rasa iba pada Sandra. Betapa berartinya Wibi bagi Sandra, hingga membuat Sandra sedih seperti itu. Tetapi perselingkuhan Wibi tidak terjadi begitu saja. Faktor pemicu sebenarnya datang dari sikap Sandra yang terlalu membebaskan Wibi bergaul dengan banyak wanita. Sebagai wanita yang sibuk bekerja, Sandra juga tidak memberikan cukup waktu untuk bersama Wibi.
"Tolong bantu aku menyadarkan Wibi supaya meninggalkan wanita itu. Aku tidak bisa hidup tanpa Wibi," rengek Sandra. Diana memeluk Sandra dan membisikkan sebuah janji untuk menolongnya.
Malam beranjak begitu cepat. Wibi terkantuk-kantuk di sebuah kedai kopi. Dia tidak minum kopi, hanya memesan secangkir teh hangat gula aren.
"Kau bosan menunggu sampai terkantuk-kantuk rupanya?" tanya Diana dari balik punggung Wibi. Tangannya mencubit kecil pipi Wibi.
Lelaki berkumis tipis itu terkejut lalu menoleh sedikit ke belakang. Mulutnya menyeringai kesal, meski kemudian tersenyum tipis, menggambarkan kelegaan hati yang tak terperi.
"Kau datang terlambat sekali. Apakah kau bertemu Si Bodoh itu dulu sebelum ke sini?" tanya Wibi.
Diana merasa terganggu mendengar Wibi menyebut Sandra, istrinya sendiri dengan sebutan Si Bodoh. Meskipun perempuan itu memang bodoh, tetapi dia masih sahabatnya, setidaknya sampai detik ini.
"Dia curhat tentang perselingkuhanmu," kata Diana.
"Itulah mengapa aku menyebutnya Si Bodoh. Dia tuh bucin banget sama aku. Sebaliknya aku juga tidak mungkin meninggalkannya. Berkat kecerdasanya berbisnis, aku tidak perlu bekerja keras. Cukup dia yang bekerja keras dan aku bersenang-senang...ha...ha..," ujar Wibi terkekeh.
"Aku bukan wanita pertama yang kau ajak selingkuh, bukan?" tanya Diana sambil memilih menu untuk mengalihkan kegundahan hatinya mendengar celotehan Wibi yang keterlaluan.
"Tentu saja. Selingkuh hanya dengan satu wanita saja selama bertahun-tahun Itu rugi, tanggung! Selama lima belas tahun ini, aku sudah selingkuh lebih dari lima kali. Semua wanita yang berselingkuh denganku motivasinya sama yakni uang. Tapi kamu itu beda. Kamu tidak butuh uangku. Kenapa? Apakah kamu tidak tega menghisap uang sahabatmu sendiri?"
Diana melambaikan tangannya pada pelayan yang berdiri mematung di sudut kedai. Seorang lelaki kurus dengan rambut keriting datang mendekat.
"Aku pesan secangkir hot americano dan kentang goreng pedas. Nggak pakai lama ya," ujar Diana.
Pelayan itu mengangguk kemudian berlalu sambil membawa buku menu dan kertas pesanan Diana.
"Aku wanita bebas melakukan apa saja yang kusukai. Jangan kau kira aku mau sama kamu itu karena mengagumi ketampananmu. Bukan! Aku butuh situasi tertentu untuk menghidupkan roh tulisanku. Jadi hubungan ini sebenarnya juga murni bisnis...he...he...," seringai Diana.
Wibi tidak senang dengan kalimat terakhir yang dilontarkan Diana. Sahabat istrinya itu memiliki kepribadian unik dan misterius. Sudah beberapa bulan ini Wibi dan Diana menjalani hubungan dekat yang tidak biasa. Mereka sering bertemu, ngobrol dan menghabiskan waktu berdua ke beberapa tempat indah. Tetapi Wibi belum sekalipun mampu menyentuh Diana lebih jauh.
Wibi sangat tertantang untuk menakhlukan Diana. Malam ini dia mempunyai rencana untuk melakukannya. Kedai kopi ini sangat terkenal karena pemilik kedai mampu menyediakan apa saja yang dibutuhkan pelanggannya. Wibi sudah merancang membuat Diana mabuk dengan mengajaknya minum alkohol.
"Aku semakin menyukaimu karena kamu tidak murahan," sanjung Wibi sambil membuka botol bir lalu menuangkannya ke dalam dua gelas kecil. Diam-diam Wibi sudah memesan beberapa botol bir sebelum Diana datang.
"Aku baru tahu kedai kopi ini menjual minuman beralkohol," guman Diana.
"Kedai kopi ini bisa menyediakan apa saja yang dibutuhkan pelanggannya," bisik Wibi.
"Aku suka minum. Tapi aku baru saja pesan americano. Setahuku tidak bagus minum alkohol dan kopi secara berdekatan waktunya," kata Diana.
Wibi tertegun sejenak. Ia merasa kalah sebelum bertanding. Tetapi dua gelas kecil alkohol terlanjur tersaji di depannya. Wibi meneguk keduanya selang beberapa detik saja secara terpisah.
"Untuk apa kamu selingkuh?" tanya Diana menyeruput kopinya.
Wibi mengusap-usap jemari Diana. Wanita itu membiarkan lelaki itu meremas jemarinya.
"Aku bosan saja. Dia tuh mirip anjing buldog di rumah. Aku selalu didikte olehnya. Segala urusan anak dan rumah tangga aku yang mengurusnya, sedangkan dia begitu sibuk dengan pekerjaannya. Pergi pagi pulang larut malam, terkadang pergi keluar kota untuk bisnis".
"Seharusnya kamu yang menjalankan bisnis".
"Aku bukan tipe pebisnis handal. Sebagai anak pewaris usaha aku gagal mengembangkan bisnis yang dibangun orangtuaku. Justru Sandra yang mampu mengembangkan bisnis mertuanya".
"Impas, bukan?".
"Aku laki-laki, harga diriku merasa terinjak-injak".
"Dasar laki-laki..," dengus Diana mencomot kentang goreng dan menyisipkan ke mulut Wibi.
"Ah...inilah yang kusuka darimu...kamu sangat romantis," ujar Wibi mengunyahnya.
Diana tertawa.
"Jangan gede rasa deh...aku cuma mencomot sekeping kentang goreng ke mulutmu. Apa istimewanya?" sergah Diana geli.
"Aku sejak kecil tahunya hanya bersenang-senang. Mentraktir kawan-kawanku adalah sebuah kebanggaan. Panggilan bos sudah melekat di telingaku. Ketika dewasa aku sudah dikelilingi banyak wanita cantik, sekedar bersenang-senang".
"Kamu tidak kasihan melihat Sandra bekerja keras sementara kamu sibuk berselingkuh?".
"Bukan salahku jika suka selingkuh, tapi salah Bapakku yang hobinya juga selingkuh".
Diana baru tahu kalau bukan hanya diabetes mellitus salah satu jenis penyakit yang bisa diwariskan, ternyata selingkuh juga 'penyakit warisan'.
Wibi berceloteh panjang, ngelantur sebagaimana orang yang sedang mabuk alkohol. Diana memanggil pelayan untuk membawa Wibi ke lantai dua, ada beberapa kamar yang disewakan.
Diana meninggalkan Wibi seorang diri. Dengan langkah cepat Diana masuk ke dalam mobilnya.
Keesokan harinya Diana mampir ke rumah Sandra. Perempuan itu sedikit kuyu meski tetap cantik dalam balut kimono warna kalem dan mahal.
"Jangan menangis lagi, Sandra. Untuk apa kau menangisi suami yang punya DNA selingkuh seperti itu".
"Dari mana kamu tahu kalau Wibi hobi selingkuh karena memiliki DNA selingkuh?"
"Aku mengenal suamimu melebihi kamu mengenal suamimu".
"Apa maksudmu?" tanya Sandra terheran-heran.
Diana tidak bisa lagi menahan diri untuk menutupi identitas wanita itu.
"Kamu...jadi kamu... perempuan itu?" tanya Sandra kaget. Sandra langsung menampar muka Diana. Untung saja Diana mampu menghindarinya.
"Kamu munafik!!! Enyahlah dari rumahku sekarang juga!" teriak Sandra sambil menahan tangis.
"Jangan marah dulu, aku memang perempuan itu. Tapi aku tidak melakukannya sepenuh hati. Kami hanya ngobrol bareng, hangout bareng, makan bareng hanya sebatas itu. Aku masih cukup waras untuk tidak lebih jauh. Aku tidak mungkin melakukan perselingkuhan karena aku pun sangat membenci perselingkuhan. Keluarga kami berantakan karena perselingkuhan orangtuaku. Ayahku yang memulai berselingkuh kemudian ibuku mengimbangi dengan berselingkuh juga. Korbannya adalah anak-anaknya. Aku hanya ingin tahu alasan dibalik perselingkuhan itu apa? Semua ini kulakukan untuk bahan tulisanku. Lagipula bukan salahmu kalau suamimu selingkuh, karena DNA suamimu menurun dari ayahnya yang suka selingkuh".
Sandra duduk meringkuk di sofa. Gambaran jelas masa lalu itu kembali muncul, saat pertama kali dia mengenal keluarga Wibi. Ketika masih mahasiswi dia bertemu dengan Sastra Gunadi, ayah Wibi. Sastra Gunadi lelaki paruh baya yang sangat tampan itu kemudian mengentaskannya dari kesulitan ekonomi. Sastra Gunadi mengangkat Sandra menjadi anak asuh sekaligus simpanan. Suatu ketika Wibi menyukai Sandra, Sastra Gunadi mengalah dan merelakan Sandra diperistri Wibi. Tidak ada yang tahu bahwa Sandra sebelumnya simpanan Sastra Gunadi. Semua orang tahunya kalau Sandra anak asuh Sastra Gunadi yang memang terkenal sangat dermawan pada pelajar dan mahasiswa berprestasi namun miskin.
"Tetaplah hidup normal demi anak-anakmu. Mereka membutuhkan kehadiran kalian berdua sebagai orangtua yang utuh dan harmonis. Jangan korbankan mental anak-anakmu demi ego kalian," ujar Diana menahan tangis. Dia teringat keluarganya yang tercerai berai karena ego kedua orangtuanya yang saling balas berselingkuh.
Sandra tidak bereaksi apapun mendengar kata-kata Sandra. Dia merasa jijik dengan dirinya sendiri. Tetapi separuh dihatinya juga marah dengan Diana. Perempuan yang sudah dianggapnya sebagai sahabat karibnya itu telah menjadi wanita selingkuhan suaminya meskipun alasannya demi naskah tulisan.
"Aku tidak sepenuhnya berselingkuh dengan suamimu. Aku tidak melakukan hal yang melampaui batas. Motivasiku mendekati suamimu murni untuk tulisanku, untuk memperdalam karakter tokoh....," tukas Diana menenangkan Sandra.
"Jangan teruskan novel itu. Aku....," sela Sandra dengan suara tajam.
"Mengapa? Apakah kamu masih tidak percaya kalau aku tidak benar-benar selingkuh dengan Wibi. Memang sih...pada beberapa momen aku chatting dengan suamimu terlalu mesra, tetapi itu hanya sebuah sandiwara...aku hanya....," kata Diana.
"Cukup Diana! Sudahlah...pergilah...aku tidak butuh kamu. aku ingin membenahi hatiku dengan caraku sendiri. Pergilah..".
"Maaf, Sandra," ujar Diana.
"Tidak ada yang perlu dimaafkan. Malam ini aku ingin mengajak Wibi kencan dan menghabiskan waktu berdua. Aku akan lebih memberikan dia perhatian lebih. Semua demi anak-anakku. Pergilah dan jangan pernah datang kemari atau menghubungiku lagi," kata Sandra dengan muka datar dan tatapan tajam.
Diana menepikan mobilnya di pelataran parkir kedai kopi tempat biasa Wibi mengajaknya menghabiskan sisa malam sambil menatap bintang-bintang yang berbinar di angkasa. Malam itu dia sengaja memesan capucino dingin dan menikmatinya di belakang kedai kopi yang berbukit-bukit. Banyak muda-mudi menghabiskan malam di sana. Sekilas dia melihat Wibi dan Sandra juga di sana. Duduk saling berdekapan selayaknya muda-muda yang sedang dimabuk cinta.
Langit benar-benar sempurna malam itu. Bintang-bintang berkedip bersanding dengan bulan yang hampir purnama.

Post a Comment for "Bukan Salahmu Jika Dia Menduakanmu"